PSIKOLOGI MANAJEMEN
Empowerment, Stress dan Konflik
A. Definisi Empowerment
Empowerment, merupakan istilah yang cukup populer dalam bidang
manajemen khususnya manajemen Sumber Daya Manusia. Banyak penafsiran tentang empowerment.
Dan salah satu penafsiran yang dikenal oleh sebagian besar dari kita adalah empowerment
sebagai pendelegasian wewenang dari atasan kepada bawahan. Empowerment
, yaitu upaya mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh
masyarakat..Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian tentunya
diharapkan memberikan peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi
sebagai pelaku atau aktor yang menentukan hidup mereka sendiri.
Secara umum
pemberdayaan didefinisikan sebagai suatu proses sosial multi-dimensional yang
membantu penduduk untuk mengawasi kehidupannya sendiri. Pemberdayaan itu
merupakan suatu proses yang memupuk kekuasaan (yaitu, kemampuan
mengimplementasikan) pada individu, untuk penggunaan bagi kehidupan mereka
sendiri, komunitas mereka, dengan berbuat mengenai norma - norma yang mereka
tentukan. (Page & Czuba, 1999:3).
Richard Carver, Managing Director dari Coverdale
Organization mendefinisikan empowerment sebagai mendorong dan
membolehkan seseorang untuk mengambil tanggung jawab secara pribadi untuk
meningkatkan atau memperbaiki cara-cara menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat
meningkatkan kontribusi dalam pencapaian sasaran organisasi. Empowerment
memerlukan penciptaan budaya yang mendorong pegawai dalam setiap tingkatan
untuk melakukan sesuatu yang berbeda dan membantu pegawai untuk percaya diri
dan kemampuan untuk melakukan perubahan.
Selain pengertian yang telah disampaikan oleh Richard
Carver, ada beberapa pengertian atau pemahaman lain tentang empowerment.
Namun semua definisi yang ada secara prinsip memiliki kesamaan yaitu bahwa empowerment
mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- Adanya pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab untuk
membuat keputusan yang didukung oleh sumber daya yang memadai.
- Adanya kontrol atas pelimpahan kewenangan dari
manajemen.
- Adanya penciptaan lingkungan agar pegawai dapat
memanfaatkan kemampuan atau kompetensinya secara maksimum untuk mencapai
sasaran organisasi.
Tujuan empowerment
Merupakan suatu
kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk
memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi
mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya.
Tujuan dari
pemberdayaan atau empowerment adalah untuk
membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut
meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka
lakukan tersebut. Kemandirian masyarakat adalah kemampuan yang terdiri atas
kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif, dengan mengerahkan
sumberdaya yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut.
B.
Kunci efektif Empowerment
Konsep
pemberdayaan (empowerment), menurut
Friedmann muncul karena adanya dua primise mayor, yaitu “kegagalan” dan
“harapan”. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model pembangunan ekonomi dalam
menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan, sedangkan
harapan muncul karena adanya alternatif-alternatif pembangunan yang memasukkan
nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, peran antara generasi dan pertumbuhan
ekonomi yang memadai. Dengan dasar pandangan demikian, maka pemberdayaan
masyarakat erat kaitannya dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan pada masyarakat, sehingga pemberdayaan masyarakat
amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan pengamalan demokrasi.
Selanjutnya
Friedmann dalam Prijono dan Pranaka (1996) menyatakan bahwa kekuatan aspek
sosial ekonomi masyarakat menjadi akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu
suatu rumah tangga yaitu informasi, pengetahuan dan ketrampilan, partisipasi
dalam organisasi dan sumber-sumber keuangan, ada korelasi yang positif, bila
ekonomi rumah tangga tersebut meningkatk aksesnya pada dasar-dasar produksi
maka akan meningkat pula tujuan yang dicapai peningkatan akses rumah tangga
terhadap dasar-dasar kekayaan produktif mereka.
C.
Definisi Stres
Stres
adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang
dihasratkan oleh individu itu dan yang
hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang
melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang
terkontrol secara sehat.
Stress
adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk
ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat
membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada
dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber
stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress,
disebut strain.
Menurut
Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan
keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai
kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian
stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu
kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya
tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu
pelaksanaan kerja mereka.
Menurut
Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system kognitif,
apresiasi stress menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan
dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita
berikan terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu
sendiri.Karenanya dikatakan bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman
atau dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan,
menyiagakan atau mambuat aktif organisme.
Sedangkan
menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu
besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
D.
Sumber-sumber Stress
Sumber-sumber stress didalam diri
seseorang : Kadang-kadang sumber stress itu ada didalam diri seseorang. Salah satunya
melalui kesakitan. Tingkatan stress yang muncul tergantung pada rasa sakit dan
umur inividu(sarafino,1990). Stress juga akan muncul dalam seseorang melalui
penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan, bila seseorang mengalami
konflik. Konflik merupakan sumber stress yang utama.
a.
Sumber-sumber stress di dalam keluarga : Stress di sini
juga dapat bersumber dari interaksi di antara para anggota keluarga, seperti :
perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh, tujuan-tujuan
yang saling berbeda dll. Misalnya : perbedaan keinginan tentang acara televisi
yang akan ditonton, perselisihan antara orang tua dan anak-anak yang menyetel
tape-nya keras-keras, tinggal di suatu lingkungan yang terlalu sesak, kehadiran
adik baru. Khusus pada penambahan adik baru ini, dapat menimbulkan perasaan
stress terutama pada diri ibu yang selama hamil (selain perasaan senang,
tentu), dan setelah kelahiran. Rasa stress pada ayah sehubungan dengan adanya
anggota baru dalam keluarga, sebagai kekhawatiran akan berubahnya interaksi
dengan ibu sebagai istrinya atau kekhawatiran akan tambahan biaya. Pra orang
tua yang kehilangan anak-anaknya atau pasanganya karena kematian akan merasa
kehilangan arti (sarafino,1990).
b.
Sumber-sumber stress didalam komunitas dan lingkungan :
interaksi subjek diluar lingkungan keluarga melengkapi sumber-sumber stress.
Contohnya : pengalaman stress anak-anak disekolah dan di beberapa kejadian
kompetitif, seperti olahraga. Sedangkan beberapa pengalaman stress oang tua
bersumber dari pekerjaannya, dan lingkungan yang stressful sifatnya. Khususnya
‘occupational stress’ telah diteliti secra luas.
c.
Pekerjaan dan stress : Hampir semua orang didalam
kehidupan mereka mengalami stress sehubungan denga pekerjaan mereka. Tidak
jarang situasi yang ‘stressful’ ini kecil saja dan tidak berarti, tetapi bagi
banyak orang situasi stress itu begitu sangat terasa dan berkelanjutan didalam
jangka waktu yang lama. Faktor-faktor yang membuat pekerjaan itu ‘stressful’
ialah :
1.
Tuntutan kerja : pekerjaan yang terlalu banyak dan
membuat orang bekerja terlalu keras dan lembur, karena keharusan
mengerjakannya.
2.
Jenis pekerjaan : jenis pekerjaan itu sendiri sudah lebih
‘stressful’ dari pada jenis pekerjaan lainnya. Pekerjaan itu misalnya : jenis
pekerjaan yang memberikan penilaian atas penampilan kerja bawahannya
(supervisi), guru, dan dosen.
3.
Pekerjaan yang menuntut tanggung jawab bagi kehidupan
manusia : contohnya tenaga medis mempunyai beban kerja yang berat dan harus
menghadapi situasi kehidupan dan kematian setiap harinya. Membuat kesalahan
dapat menimbulkan konsekuensi yang serius.
Menurut Sarafino (1990) stress kerja dapat disebabkan
karena :
a)
Lingkungan fisik yang terlalu menekan
b)
Kurangnya kontrol yang dirasakan
c)
Kurangnya hubungan interpersonal
d)
Kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja
Stress yang berasal dari lingkungan :
lingkungan yang dimaksud disni adalah lingkungan fisik, seperti : kebisingan,
suhu yang terlalu panas, kesesakan, dan angin badai (tornado,tsunami). Stressor
lingkungan mencakup juga stressor secara makro seperti migrasi, kerugian akibat
teknologi modern seperti kecelakaan lalu lintas, bencana nuklir (Peterson dkk,
1991) dan faktor sekolah (Graham,1989).
E.
Pendekatan Stress
Strategi coping yang spontan mengatasi
strees :
Dukungan
sosial dan konsep-konsep terkait : beberapa penulis meletakkan dukungan sosial
terutama dalam konteks hubungan yang akrab atau ‘kualitas
hubungan’ (Winnubst dkk,1988). Menurut Robin & Salovey (1989) perkawinan
dan keluarga barangkali merupakan sumber dukungan sosial yang penting. Akrab
adalah penting dalam masalah dukungan sosial, dan hanya mereka yang tidak
terjalin suatu keakraban berada pada resiko. Para ilmuan lainnya menetapkan
dukungan sosial dalam rangka jejaring sosial. Wellman(1985)
meletakkan dukungan sosial didalam analisis jaringan yang lebih longgar :
dukungan sosial yan hanya dapat dipahami kalau orang tahu tentang struktur
jaringan yang lebih luas yang didalamnya seorang terintegrasi. Segi-segi
struktural jaringan ini mencangkup pengaturan-pengaturan hidup, frekuensi
kontak, keikutsertaan dalam kegiatan sosial, keterlibatan dalam jaringan sosial
(Ritter,1988). Rook (1985) menganggap dukungan sosial sebagai satu
diantara fungsi pertalian (atau ikatan) sosial. Segi-segi
fungsional mencangkup : dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan,
pemberian nasehat atau informasi, pemberian bantuan material (Ritter,
1988). Ikatan-ikatan sosial menggambarkan tingkat dan kualitas umum
dari hubungan interpersonal.
Dukungan
sosial sebagai ‘kognisi’ atau ‘fakta sosial’ : “Dukungan sosial terdiri dari
informasi atau nasehat verbal dan/atau non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan
yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan
mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerimaan”(Gottlieb,
1983).
Jenis
dukungan sosial :
-
Dukungan emosional
-
Dukungan penghargaan
-
Dukungan instrumental
-
Dukungan informatif
Sumber pontensial stres memberikan informasi kepada manajemen perusahaan
untuk melaksanakan pendekatan individu terhadap organisasional dalam mengatasi
stres. Ada dua pendekatan dalam mengatasi stres, yaitu:
a. Pendekatan individual
Seorang karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi
tingkat stresnya. Strategi individu yang telah terbukti efektif adalah:
1. Teknik manajemen waktu
2. Meningkatkan latihan fisik
3. Pelatihan pengenduran (relaksasi)
4. Perluasan jaringan dukungan sosial
b. Pendekatan Organisasional
Beberapa faktor yang menyebabkan stres terutama tuntutan tugas dan peran,
struktur organisasi dikendalikan oleh manajemen. Strategi yang digunakan:
1. Perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja
2. Penggunaan penetapan tujuan yang realistis
3. Perancangan ulang pekerjaan
4. Peningkatan keterlibatan kerja
5. Perbaikan komunikasi organisasi
6. Penegakkan program kesejahteraan korporasi (Robbins, 2002: 311-312)
F.
Definisi Konflik
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
- Menurut Taquiri dalam Newstorm
dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh
berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan
ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau
lebih pihak secara berterusan.
- Menurut Gibson, et al (1997:
437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling
tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing –
masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri –
sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
- Menurut Robbin (1996),
keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau
kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi
maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika
mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka
konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
G.
Jenis-jenis Konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :
- Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara
peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
- Konflik antara
kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
- Konflik kelompok terorganisir
dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
- Konflik antar satuan nasional
(kampanye, perang saudara)
- Konflik antar atau tidak antar
agama
- Konflik antar politik.
- konflik individu dengan
kelompok
H. Proses Konflik
Menurut Hendricks, W.(1992) prose terjadinya konflik terdiri dari 3 tahap
:
1. Peristiwa sehari-hari , yaitu ditandai dengan adanya
individu meresa tidak puas atau jengkel terhadap lingkungan kerja.
2. Adanya tantangan, yaitu apabila terjadi masalah,
individu saling mempertahankan pendapat mereka masing-masing dan menyalahkan
pihak lain. Masing-masing anggota menganggap perbuatan yang dilakukan sesuai
dengan standar dan aturan aaaaorganisasi.
3. Timbulnya pertentangan, yaitu pada tahap ini
masing-masing individu atau kelompok
bertujuan untuk menang dan mengalahkan kelompok lain.
DAFTAR PUSTAKA
Christian,M.2005.Jinakkan
stress.Bandung:Nexx Media
Smet,Bart.1994.Psikologi
kesehatan.Jakarta:Gramedia.
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental;
Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Yogyakarta: Andi Sunaryo. 2002. Psikologi
untuk keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Halgin, R.P., Whitbourne, S.K. 2010. Psikologi abnormal. Jakarta:
Salemba Humanika
Anonim. 1999. Manajemen stres. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Hill, Virginia. 2000. Handbook of stress, coping, and health: implications for
nursing research, theory, and practice. USA: Sage Publication, Inc.
http://www.binapotensiaindonesia.com/2013/11/21/empowerment/diakses
10 januari 2014.
www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/…/bab7-stres_lingkungan.pdf.diakses
10 jaunari 2014.
Robbins, Stephen P.,
Timothy A. Judge. 2008. Perilaku
Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Soetopo, Hendyat.
2010. Perilaku Organisasi Teori dan
Praktik di Bidang Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sopiah. 2008. Perilaku
Organisasional. Yogyakarta: Andi Offset Suprihanto, John, TH. Agung M. Harsiwi,
Prakoso Hadi. 2003. Perilaku
Organisasional. Yogyakarta: STIE YKPN
Nama : Natalia Shintia
Kls : 3 Pa 12
Npm
: 15512251